Potret Kenangan Saat Pawai dan Karnaval di Desa Baturusa Hut RI ke-55 17 Agustus 2000

 




GOKASI BABEL NEWS – Tahun 2000-an Awal


Inilah potret kebersamaan yang tak terlupakan. Saat itu, GOKASI Babel baru saja terbentuk dan tengah menapaki langkah awalnya di dunia karate Bangka Belitung. Meski masih muda sebagai organisasi, semangat para anggota dan pelatihnya sudah begitu membara. Salah satu momen bersejarah yang terekam indah adalah ketika GOKASI Babel untuk pertama kalinya ikut **pawai dan karnaval** di **Desa Baturusa, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka.**

Kegiatan pawai dan karnaval ini bukan hal baru bagi sebagian karateka yang tergabung dalam GOKASI Babel. Sebelumnya, mereka juga pernah ikut kegiatan serupa di tempat yang sama, namun masih membawa nama perguruan lama, yaitu **Gojukai.** Setelah GOKASI Babel berdiri sebagai wadah baru yang lebih mandiri dan beridentitas sendiri, semangat untuk tampil kembali dalam kegiatan masyarakat itu tumbuh dengan kuat.

Bagi GOKASI Babel yang baru lahir, keikutsertaan dalam pawai dan karnaval ini memiliki makna besar. Bukan sekadar untuk memeriahkan acara desa, tapi juga menjadi simbol eksistensi, pengenalan diri, dan kebanggaan sebagai bagian dari keluarga besar karate GOKASI di Bangka Belitung.

Pagi itu suasana Desa Baturusa tampak semarak. Jalanan mulai dipenuhi oleh peserta dari berbagai kalangan, mulai dari pelajar, kelompok seni, organisasi masyarakat, hingga perwakilan desa. Musik tradisional dan irama marching band terdengar di kejauhan, menambah meriah suasana.

Di antara keramaian itu, tampak rombongan karateka GOKASI Babel berbaris rapi dengan pakaian putih bersih khas karate—gi—yang sudah disetrika dengan rapi, lengkap dengan sabuk berwarna yang menunjukkan tingkatan masing-masing. Para peserta berdiri tegak, berbaris dengan disiplin, memperlihatkan wibawa dan semangat seorang karateka sejati.

Bendera GOKASI Babel dibentangkan dengan gagah di barisan depan. Di belakangnya, para pelatih dan anggota muda mengikuti dengan langkah mantap. Senyum, semangat, dan rasa bangga terpancar dari wajah mereka. Inilah momen ketika GOKASI Babel pertama kali tampil di hadapan masyarakat luas, memperkenalkan diri sebagai organisasi karate yang siap berkembang dan berkontribusi di Bangka Belitung.

Sepanjang jalan pawai, para peserta menampilkan beberapa atraksi karate sederhana. Ada demonstrasi **kihon** (gerakan dasar), **kata** (jurus), dan beberapa gerakan kombinasi yang menggambarkan teknik bertahan dan menyerang dengan elegan. Setiap kali gerakan dilakukan dengan teriakan “OSS!” yang lantang, penonton bertepuk tangan meriah. Banyak warga yang kagum melihat disiplin dan kekompakan para karateka muda ini.

Anak-anak kecil berlari mendekat, ingin melihat lebih dekat bagaimana para karateka melakukan gerakan. Beberapa orang tua yang menonton di pinggir jalan bahkan memberikan semangat dan pujian. “Hebat! Karate sekarang sudah ada GOKASI-nya!” ujar salah seorang warga dengan bangga.

Bagi para pelatih dan senior, momen itu terasa haru sekaligus membahagiakan. Mereka yang sebelumnya pernah tampil dalam pawai saat masih bergabung di perguruan lama, kini menyaksikan generasi baru GOKASI Babel tampil dengan identitas sendiri. Rasanya seperti membuka lembaran baru dalam sejarah karate di Bangka.

Karnaval di Desa Baturusa bukan sekadar ajang hiburan tahunan. Bagi masyarakat setempat, acara ini adalah bentuk kebersamaan dan kekompakan warga. Dan bagi GOKASI Babel, kesempatan ikut serta menjadi bagian penting dari perjalanan awalnya. Di situlah semangat karate yang sesungguhnya diuji—bukan hanya di dojo atau arena pertandingan, tapi juga dalam kehidupan sosial dan kebersamaan di tengah masyarakat.

Setelah pawai selesai, para anggota GOKASI Babel berkumpul di lapangan desa yang menjadi lokasi utama acara. Di sana digelar berbagai pertunjukan dan penampilan dari peserta lain. Para karateka duduk beristirahat sambil menikmati suasana, sesekali bercanda dan saling berfoto. Beberapa warga bahkan datang menghampiri untuk berkenalan, bertanya tentang GOKASI, dan menanyakan bagaimana bisa mendaftar untuk belajar karate.

Momen sederhana itu menjadi awal yang berharga. Dari kegiatan pawai inilah, nama GOKASI Babel mulai dikenal masyarakat luas. Banyak anak-anak dan remaja yang kemudian tertarik bergabung ke dojo-dojo GOKASI di Pangkalpinang, Merawang, dan wilayah Bangka lainnya.

Pelatih yang mendampingi para peserta hari itu mengenang bagaimana perjuangan mereka untuk mempersiapkan penampilan. Latihan dilakukan beberapa minggu sebelumnya. Para peserta berlatih gerakan pawai, menyamakan langkah, memantapkan teknik, dan mengatur formasi. Semua dilakukan dengan semangat tinggi, meski tanpa dukungan fasilitas besar.

Para pelatih juga menekankan pentingnya sikap dan etika selama mengikuti kegiatan. Mereka ingin agar GOKASI Babel dikenal bukan hanya karena teknik karatenya, tetapi juga karena disiplin, kesopanan, dan semangat kebersamaan yang ditunjukkan oleh para anggotanya.

Ketika pawai dimulai, semua kerja keras itu terbayar. Setiap langkah yang diambil, setiap gerakan yang diperagakan, dan setiap senyuman yang diberikan, semuanya menjadi simbol semangat baru GOKASI Babel.

Kini, bertahun-tahun setelah momen itu berlalu, foto-foto dari kegiatan pawai dan karnaval di Desa Baturusa menjadi kenangan yang begitu berharga. Dalam setiap potret, tergambar jelas semangat, kebanggaan, dan kebersamaan para pelatih serta karateka yang ikut dalam barisan.

Mereka tidak hanya membawa nama GOKASI Babel, tetapi juga membawa harapan besar—bahwa perguruan ini akan tumbuh menjadi wadah pembinaan karateka muda di Bangka Belitung yang berprestasi dan berkarakter.

Jika melihat kembali sejarahnya, keikutsertaan GOKASI Babel dalam karnaval pertama di Baturusa adalah langkah kecil yang memiliki arti besar. Dari sanalah benih kebersamaan dan kebanggaan itu tumbuh. Dari sanalah masyarakat mulai mengenal bahwa di Bangka Belitung telah berdiri sebuah organisasi karate baru yang berjiwa muda, dinamis, dan penuh dedikasi.

Momen pawai ini juga menjadi simbol transisi dari masa lalu menuju masa depan. Dari perguruan lama menuju perguruan baru, dari identitas lama menuju semangat baru yang lebih mandiri. Namun yang tetap sama adalah nilai-nilai yang diajarkan: disiplin, hormat, dan semangat pantang menyerah.

Baturusa, yang menjadi saksi dua zaman—saat dulu masih di bawah bendera Gojukai, dan kini di bawah panji GOKASI—akan selalu menjadi bagian penting dalam perjalanan sejarah karate di Bangka Belitung.

Di setiap langkah yang diambil hari itu, ada semangat persaudaraan yang tak lekang oleh waktu. Para karateka muda yang dulu ikut pawai kini mungkin telah menjadi pelatih, orang tua, atau bahkan pengurus GOKASI di tingkat daerah. Namun semangat yang mereka bawa di jalanan Desa Baturusa saat karnaval itu tetap menyala hingga kini.

Melalui kegiatan seperti ini, GOKASI Babel tidak hanya membangun prestasi di atas tatami, tetapi juga menanamkan nilai kebersamaan di tengah masyarakat. Karate bukan sekadar bela diri, melainkan jalan hidup yang mengajarkan disiplin, hormat, dan cinta terhadap sesama.

Semoga semangat pawai pertama di Desa Baturusa ini selalu menjadi pengingat bagi generasi penerus GOKASI Babel, bahwa dari langkah kecil dan sederhana seperti inilah kebesaran dibangun. Dari jalan desa yang berdebu itu, lahir semangat untuk terus maju, membawa karate GOKASI Babel menjadi kebanggaan Bangka Belitung.

OSS

GOKASI BABEL NEWS – Mengabadikan Semangat dan Sejarah Karate Bangka Belitung.




Post a Comment

0 Comments